RUWAJURAI NEWS – Tenun ikat Nusa Tenggara Timur (NTT) bukan sekadar kain tradisional, melainkan karya seni yang sarat makna dan filosofi. Setiap helai benang yang disusun dengan penuh ketelitian menggambarkan identitas, nilai kehidupan, dan hubungan manusia dengan alam serta leluhur.
Sejarah mencatat, tenun ikat di NTT sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan diwariskan secara turun-temurun oleh para perempuan di berbagai daerah seperti Sumba, Flores, dan Timor. Setiap motif memiliki arti khusus. Misalnya, motif kuda pada tenun Sumba melambangkan kekuatan dan status sosial, sementara motif flora dan fauna lain menggambarkan keharmonisan manusia dengan lingkungannya.
Proses pembuatan tenun ikat juga mengandung filosofi mendalam. Dari pewarnaan benang dengan bahan alami hingga proses mengikat dan menenun, semuanya mencerminkan nilai kesabaran, ketekunan, dan penghormatan terhadap tradisi. Tidak heran jika selembar kain tenun ikat bisa memakan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan untuk diselesaikan.
Selain sebagai busana adat, tenun ikat digunakan dalam berbagai upacara penting, mulai dari pernikahan, kelahiran, hingga ritual adat. Kain ini menjadi simbol status, penghormatan, sekaligus perekat sosial dalam masyarakat NTT.
Kini, tenun ikat tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga menembus pasar internasional. Pemerintah daerah bersama komunitas lokal berupaya melestarikan tradisi ini dengan melibatkan generasi muda, sekaligus mengembangkan inovasi agar tenun tetap relevan di dunia fashion modern.
Tenun ikat NTT adalah bukti bahwa warisan budaya bukan hanya indah dipandang, tetapi juga menyimpan filosofi yang memperkaya kehidupan masyarakat.***


