RUWAJURAI NEWS – Ancaman resesi global kembali menghantui perekonomian dunia. Perlambatan ekonomi di Amerika Serikat, Eropa, hingga Tiongkok berpotensi membawa dampak signifikan bagi Indonesia. Meski ekonomi nasional masih menunjukkan ketahanan, keterhubungan pasar global membuat Indonesia tetap rentan terdampak.
Salah satu dampak utama adalah pada ekspor dan impor. Jika negara mitra dagang utama mengalami resesi, permintaan terhadap produk Indonesia – seperti tekstil, elektronik, hingga komoditas perkebunan – bisa menurun. Di sisi lain, harga bahan baku impor bisa naik akibat fluktuasi nilai tukar, sehingga memengaruhi biaya produksi industri dalam negeri.
Resesi global juga berimbas pada arus investasi asing. Investor cenderung menahan modal dan memilih instrumen yang lebih aman, sehingga potensi aliran dana ke pasar Indonesia bisa berkurang. Kondisi ini menekan pasar saham dan memperlemah nilai rupiah terhadap dolar AS.
Selain itu, daya beli masyarakat bisa terpengaruh jika harga-harga kebutuhan pokok naik. Inflasi yang dipicu oleh gangguan rantai pasok global dapat menurunkan konsumsi rumah tangga, padahal sektor ini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Meski demikian, ada peluang yang bisa dimanfaatkan. Indonesia sebagai produsen komoditas seperti batu bara, nikel, dan CPO bisa tetap diuntungkan dari lonjakan harga global. Pemerintah juga terus mendorong ekonomi digital, energi terbarukan, dan hilirisasi industri sebagai strategi jangka panjang menghadapi gejolak global.
Ekonom menilai, kunci menghadapi resesi dunia adalah kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif serta memperkuat fondasi ekonomi domestik. Dengan strategi yang tepat, Indonesia tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga menemukan peluang di tengah badai resesi global.***


