RUWA JURAI– Kasus dugaan penguasaan lahan kawasan hutan di Kabupaten Way Kanan kembali menyeret nama mantan Bupati Way Kanan, Raden Adipati Surya (RAS). Hingga kini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung telah memanggil dan memeriksa RAS sebanyak dua kali, namun status hukumnya masih sebatas saksi.
Pemeriksaan terbaru berlangsung pada Selasa, 30 September 2025. RAS hadir di Kejati Lampung sejak pukul 10.30 WIB dan baru meninggalkan gedung kejaksaan pada malam hari setelah menjalani serangkaian pemeriksaan intensif. RAS yang menjabat sebagai Bupati Way Kanan dua periode, yakni 2016–2021 dan 2021–2024, dimintai keterangan terkait dugaan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan perkebunan.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Armen Wijaya, membenarkan agenda pemeriksaan tersebut. “Benar, hari ini RAS kami periksa untuk kedua kalinya terkait kasus dugaan penguasaan lahan kawasan hutan. Pemeriksaan berlangsung sepanjang hari,” ungkap Armen, Selasa malam.
Menurut Armen, fokus penyidik adalah menelusuri bagaimana kawasan hutan di Kabupaten Way Kanan diduga beralih fungsi dan digunakan untuk kegiatan perkebunan. Namun, meskipun sudah dua kali diperiksa, kejaksaan belum melakukan langkah penggeledahan di kediaman RAS karena perkara masih berada di tahap penyelidikan.
“Untuk saat ini, pemeriksaan baru sebatas penggalian keterangan dari saksi. Belum ada penggeledahan karena kasus ini masih tahap penyelidikan. Kami juga sedang menganalisis keterangan dari saksi-saksi lain untuk memperkuat data,” tambahnya.
Sebelumnya, RAS juga sempat dipanggil penyidik pada Senin, 6 Januari 2025, dalam kasus serupa. Dalam perkembangan perkara ini, Kejati Lampung telah memeriksa lebih dari belasan saksi dari berbagai unsur, mulai dari pejabat pemerintah hingga pihak swasta yang diduga mengetahui alur penggunaan lahan hutan tersebut.
Kasus ini menuai sorotan publik karena berkaitan dengan isu serius mengenai tata kelola hutan dan dugaan penyalahgunaan kewenangan pejabat daerah. Lahan hutan yang seharusnya dijaga untuk kepentingan ekologi dan keberlanjutan justru disinyalir dimanfaatkan untuk kepentingan lain yang berpotensi merugikan negara.
Masyarakat Way Kanan menanti kepastian hukum dalam kasus ini. Beberapa aktivis lingkungan bahkan mendesak Kejati Lampung agar bersikap transparan dan tidak ragu menaikkan status hukum apabila ditemukan bukti yang cukup. Mereka menilai penguasaan kawasan hutan oleh pihak tertentu bisa berdampak luas terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar.
Hingga kini, publik masih menunggu apakah status RAS akan tetap sebagai saksi atau berlanjut menjadi tersangka, seiring dengan pengembangan kasus oleh tim penyidik Kejati Lampung. Kejelasan kasus ini diharapkan bisa menjadi momentum penegakan hukum yang tegas terhadap dugaan perambahan hutan di Lampung, sekaligus menguji konsistensi aparat penegak hukum dalam melindungi kekayaan alam negara.***


