RUWA JURAI – Pemerintah Provinsi Lampung menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung pelestarian budaya sekaligus penguatan nilai keagamaan melalui program penulisan Mushaf Al-Qur’an bernuansa budaya Lampung bertajuk Mushaf Lampung – Sang Bumi Ruwa Jurai. Program ini diinisiasi oleh Perkumpulan Kaligrafer Lampung Indonesia atau Perkazi dan mendapat dukungan penuh dari Pemprov Lampung.
Dukungan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Marindo Kurniawan saat menerima silaturahmi Perkazi bersama Pelaksana Tugas Kanwil Kementerian Agama Lampung dan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung di Ruang Kerja Sekdaprov pada Kamis, 2 Oktober 2025. Dalam kesempatan itu, Sekdaprov menegaskan bahwa Pemprov akan memberikan fasilitasi dan dukungan secara menyeluruh agar proyek penulisan mushaf ini dapat terealisasi dengan maksimal. Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan para budayawan Lampung sebagai penuntun agar mushaf ini benar-benar merepresentasikan identitas kultural Lampung.
Program penulisan Mushaf Lampung ini akan melibatkan seluruh kaligrafer dari berbagai daerah di Lampung. Setiap dua juz mushaf dirancang untuk merepresentasikan kebudayaan khas masing-masing kabupaten dan kota, sehingga keseluruhan mushaf akan memadukan nilai-nilai Islam dengan ragam budaya Lampung yang kaya dan unik. Iluminasi mushaf akan dihiasi dengan motif khas Lampung seperti siger, pucuk rebung, perahu, pohon hayat, dan tapis tradisional. Setiap motif memiliki filosofi mendalam yang merepresentasikan Sang Bumi Ruwa Jurai, simbol persatuan antara adat Pepadun dan Saibatin.
Selain melestarikan seni kaligrafi Islam bernuansa lokal, program ini memiliki tujuan strategis untuk membumikan Al-Qur’an di tengah masyarakat Lampung. Mushaf ini diharapkan dapat meningkatkan kecintaan generasi muda terhadap kalam ilahi sekaligus memperkuat identitas daerah yang religius dan berbudaya. Mushaf Lampung juga diproyeksikan menjadi karya monumental yang bisa dijadikan referensi pendidikan di masjid, sekolah, madrasah, hingga perguruan tinggi.
Ketua Perkazi Lampung Zuhdan Naufali menekankan bahwa mushaf ini tidak sekadar menjadi pedoman hidup, tetapi juga sarana syiar Islam yang berpadu dengan budaya lokal. Menurutnya, penulisan mushaf ini merupakan warisan luar biasa sekaligus penghargaan untuk melestarikan budaya Lampung. “Yang kami lakukan ini adalah membangun peradaban Islam yang berakar pada budaya daerah, sehingga nilai agama dan identitas kultural dapat berjalan seiring,” ujarnya.
Tokoh budayawan Lampung Anshori Djausal menambahkan bahwa Mushaf Lampung tidak hanya memperkuat identitas daerah, tetapi juga berpotensi membuka peluang wisata religi baru. Ia mencontohkan, jika Menara Siger menjadi ikon kebanggaan Lampung, maka Mushaf Lampung bisa menjadi ikon spiritual sekaligus destinasi wisata religi yang menginspirasi generasi muda untuk lebih mencintai Al-Qur’an.
Sejarah mencatat bahwa Islam telah menjadi bagian integral masyarakat Lampung sejak abad ke-15, dan mushaf tertua dari abad ke-18 masih tersimpan rapi di Museum Lampung. Oleh karena itu, penulisan Mushaf Lampung saat ini dipandang sebagai kelanjutan dari tradisi panjang masyarakat Lampung dalam menjaga Al-Qur’an sekaligus memperkaya khazanah budaya Islam Nusantara.
Hasil penulisan mushaf ini rencananya akan menjadi koleksi berharga Museum Lampung, dan juga dapat dicetak massal dalam berbagai varian, termasuk versi standar, terjemahan bahasa Lampung, hingga digital. Dengan demikian, masyarakat dari berbagai kalangan dapat mengakses dan memanfaatkan mushaf ini secara lebih luas.
Turut mendampingi kunjungan Perkazi antara lain tokoh budayawan Lampung Anshori Djausal, Prof Arsyad Sobby K, Plt Kanwil Kemenag Lampung Erwinto, Zuhdan Naufali, A Mukhozin, dan A Moeloek. Sekdaprov juga didampingi Karo Kesra Pemprov Lampung Yuri Agustina Primasari.
Program Mushaf Lampung dipandang sebagai inovasi penting yang menggabungkan nilai keagamaan, pendidikan, budaya, dan wisata. Keberhasilan proyek ini diharapkan menjadi sejarah baru bagi Provinsi Lampung, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih mencintai Al-Qur’an dan kebudayaan lokal.***


