RUWAJURAI NEWS – Kota Pariaman di Sumatra Barat setiap tahunnya selalu dipenuhi ribuan pengunjung yang datang untuk menyaksikan upacara Tabuik. Tradisi ini bukan sekadar atraksi budaya, melainkan sebuah ritual penuh makna yang telah diwariskan turun-temurun sejak abad ke-19.
Tabuik sendiri berasal dari tradisi masyarakat Syiah yang dibawa ke Pariaman oleh para pedagang dan tentara asal India pada masa kolonial. Upacara ini digelar setiap tanggal 10 Muharram untuk memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husain, dalam peristiwa Karbala.
Dalam prosesi Tabuik, masyarakat membangun replika menara megah setinggi lebih dari 10 meter yang disebut tabuik. Replika ini dihias indah dengan ornamen warna-warni dan dibawa beramai-ramai dalam arak-arakan ke pantai. Ribuan orang tumpah ruah menyaksikan tradisi ini, yang kemudian ditutup dengan pembuangan tabuik ke laut sebagai simbol pengembalian roh ke alamnya.
Bagi masyarakat Pariaman, Tabuik bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga pesta budaya yang mempererat persaudaraan. Pemerintah daerah bahkan menjadikannya sebagai agenda pariwisata unggulan yang mampu mendatangkan wisatawan domestik maupun mancanegara.
Seiring perkembangan zaman, Tabuik menjadi bukti bahwa budaya lokal dapat bertahan sekaligus bertransformasi menjadi daya tarik wisata dunia. Tradisi ini mengajarkan nilai kebersamaan, penghormatan pada sejarah, serta semangat menjaga warisan leluhur.***


